Jendela Kusam

Kamis, 29 Maret 2012

I dedicated it for my bestfriends: Fardatul Husniah Gita C. Anggraeni  Sendy Pangestu Intan Nur Fitrianti



Jendela Kusam…

Gerah. Tangan kiriku terus mengayun-ayunkan kertas karton yang belakangan ini telah berubah fungsi menjadi kipas dadakan. sementara tangan kananku sibuk menulis serentetan rumus-rumus fisika yang dapat membuat embun seketika mengering atau membuat bunga segar seketika layu dan mati. Rumit. Aku terkadang bertanya-tanya, darimanakah para ilmuwan sanggup menyusun rumus-rumus itu, sementara aku? Menghafalnya saja sudah cukup membuat aku gila.

Kau mungkin mengira aku bersekolah di pelosok daerah dimana kipas angin masih terkesan tabuh dan mewah, tapi Tidak! Aku bersekolah di sekolahan yang cukup bonafit di kotaku dan saat ini aku sedang berada di… laboratorium fisika. Listrik di sekolah ku akhir-akhir ini memang sering sekali padam. mungkin karena penggunaan AC di kelas-kelas internasional yang disediakan membuat arus listrik tiba-tiba konslet. Selain itu, laboratorium fisika ini terlalu sempit dan berdebu untuk menampung 39 siswa SMP kelas 3. Alat-alat peraga berdesakan di sekeliling ruangan. Jendela kusam dan kelambu lusuh membuat ruangan ini terlihat semakin sayu. Kelasku sedang dalam proses renovasi, makanya aku dan teman-teman sekelas harus menjalani kegiatan belajar di dalam laboratorium fisika yang super menyedihkan ini.

Ah ya. Walau keadaan tak sesederhana yang diterka namun aku merasa dicinta, bahagia. Dimana, sahabat-sahabatku duduk ceria tertawa bukan tanpa duka nestapa, karena kita bersama. Sahabat, kami mempunyai bahasa dengan pengartian yang oranglain tak dapat mengartikan. Bahagia rasanya, tertawa atau saling menertawakan tapi tidak merendahkan. Sama bukan berarti tak ada yang berbeda, tapi saling melengkapi, keluarga kedua.

Beberapa bulan mendatang terkesan begitu lama namun tak terasa sudah dekat waktunya. Tawa tercipta dan keheningan terpecah. Bukan terlalu bahagia tanpa masalah, tapi kita tahu kita bisa karena bersama. Bukan tawa tanpa tangis dan amarah, sekiranya canda juga mengandung luka. Kita semua punyai mimpi yang berbeda, tak terbatas oleh angkasa. Kita tahu, tak selamanya kita akan duduk menangis atau tertawa bersama. Mimpi yang berbeda punyai jalan yang berbeda juga untuk menggapainya. Sekiranya, kita tak dapat lagi duduk bersama nantinya, aku yakin waktu memahami setiap rasa rindu yang menggelora.

Rindu akan setiap canda…

Rindu akan setiap amarah...

Rindu akan setiap gelak tawa…

Rindu akan tangis ataupun luka…

Rindu akan masa yang tiada dapat dilupa…

Rindu akan kebersamaan dan cinta… 

Keluarga kedua-ku, Jendela Kusam ini saksinya…
Bulan-bulan terakhir sebelum canda itu tak akan sama, seramai ketika kita bersama.
Bulan-bulan terakhir sebelum tiada lagi duduk bersama, menangis, atau tertawa.
Bulan-bulan terakhir sebelum tiada lagi luka karena keegoisan yang terlalu berkuasa.
Bulan-bulan terakhir sebelum “bahasa-bahasa kita” tak sering lagi diucap dengan tawa.
Bulan-bulan terakhir sebelum kita tak lagi mengenakan seragam biru-putih dan membuka gerbang-gerbang  baru dengan jalan dan kisah yang berbeda. 


(ps: aku kangen rek, spensa sak isine. haha)

0 komentar:

Posting Komentar